Rabu, 09 Desember 2015

YANG TERSISA DARI KABUT ASAP



     Setiap mendengar kata kabut asap yang terbayang olehku adalah partikel debu yang berterbangan, sesak nafas, mata perih, masker, ISPA dan libur sekolah. Hampir setiap tahun kotaku dilanda kabut asap, setidaknya selama beberapa tahun terakhir ini. Kotaku memang punya tambahan satu musim setiap tahunnya, musim asap, begitu kami menyebutnya. Dan tahun 2015 ini adalah yang terparah dan terlama dari yang pernah terjadi sebelumnya. Hampir tiga bulan kami harus menikmati udara yang sangat jauh dari kata sehat, bahkan berbahaya. Dari hari ke hari titik api bukannya berkurang tetapi malah semakin banyak. 
      
     Tidak hanya diluar rumah kami harus menggunakan masker bahkan saat tidurpun kami harus menggunakannya karena asap sudah seperti saudara sendiri yang dengan bebas masuk ke dalam rumah kami. Debu menempel dimana-mana, lemari, kursi, meja dan perabotan-perabotan yang lain tak ada yang bebas dari sasaran menempelnya partikel debu sisa asap pembakaran. Kasar dan abu-abu bahkan kadang berwarna hitam. Jangan tanya bagaimana pakaian di jemuran, apalagi jika pakaian itu berwarna gelap, terlihat sangat jelas debunya. Ya, tiga bulan langit di kota kami tidak lagi biru tapi abu-abu, bahkan pernah menguning padahal belum masuk waktu senja. Keadaan ini diperparah dengan hujan yang tak kunjung turun. Kerinduan akan rinai hujan agar segera dapat memadamkan titik api membuncah dalam dada. 


         Kabut asap memang menyisakan cerita penuh hikmah untuk kami. Kami berduka namun juga bersyukur. Kalimat Innalillahi wa innailaihi roji’un dan Alhamdulillah seolah senantiasa berdampingan menghiasi setiap hari-hari kami. Kami yakin sepenuhnya bahwa kabut asap ini berasal dari Allah, para pembakar lahan hanyalah perantara dari takdir yang Allah tetapkan untuk kami. Fashbir lihukmi robbika. Kalimat yang menguatkan agar kami senantiasa bersabar atas takdir yang diberikanNya. Apapun itu bentuknya kami yakin inilah yang terbaik. Kami bersyukur karena hanya kabut asap yang Allah kirimkan untuk menguji kami. Kami bersyukur karena kota kami tidak mempunyai laut yang dapat mengirim tsunami, atau gunung api yang dapat meletus mengirimkan lahar panas. Banyak yang mengatakan bahwa bencana kabut asap tidak sama dengan bencana alam lain yang langsung terlihat dampaknya. Kabut asap memang tidak menghancurkan bangunan, tidak ada pohon yang tumbang dan tidak ada yang terluka. Dampaknya baru akan terlihat dalam jangka panjang karena partikel debu yang terhirup dapat merusak paru-paru dan ini baru akan terlihat  beberapa waktu kedepan. Hal ini tentu mengkhawatirkan, tapi tidak membuat kami cemas berlebihan, karena bukankah hari esok itu sepenuhnya Allah yang menentukan ?


Kabut asap tak selamanya menimbulkan sendu. Setidaknya lewat senyum para penjual masker saat dagangannya laris terjual.  Bahagia mereka saat melihat ada peluang usaha untuk mengais rejeki  adalah hikmah yang Allah berikan  dibalik bencana ini. Sedih dan bahagia seolah berbaur dalam ujian yang diberikan untuk kami. Belum lagi saat mendapat kabar bahwa sekolah diliburkan diluar tanggal merah di kalender. Liburnya pun sampai waktu yang tidak ditentukan. Sampai langit tak lagi abu-abu. Anak sekolah mana yang tak suka libur. Semua pasti senang dong. Tapi apakah kami sepenuhnya senang dengan kondisi ini ? Entahlah… yang pasti banyak pelajaran tertinggal, apalagi untuk kami siswa kelas IX yang sebentar lagi akan menghadapi UN. Setumpuk tugas menemani hari-hari libur penuh debu. Kami menikmati semua ini dengan rasa syukur. Setidaknya kami dapat berkumpul bersama keluarga karena asap membuat enggan untuk keluar rumah. 


Lantunan dzikir penuh harap agar turun hujan mengumandang dalam lirih do’a sholat Istisqo kami. Kami sadar musibah ini merupakan peringatan karena lalai kami untuk beristighfar atas setiap salah dan khilaf yang kami lakukan. Allah Maha Pengampun. Allah Maha Mengabulkan do’a setiap hambaNya. Saat para pejuang pemadam api telah letih berupaya, hanya pada Allah kami berserah. Kabut asap ini datang atas kehendakNya dan berlalu pun atas izinNya. Jangankan kabut asap yang mendera sebagian Sumatera dan Kalimantan bahkan tak sehelai daunpun jatuh kecuali atas izin Allah, Robb Penguasa alam semesta ini. Adalah mudah bagiNya untuk mendatangkan bencana, begitupula untuk menghilangkannya.  Kabut asap semakin menyadarkan kami untuk merenungi betapa berkuasanya Allah Sang Pencipta, yang menggenggam segala takdir.


Untukmu para pembakar lahan, sadarlah bahwa keserakahan hanya akan membinasakan kalian semua. Ada banyak makhluk yang terdzholimi karena ulah kalian. Manusia, hewan dan tumbuhan yang tak berdosa menjadi sasaran ketamakan kalian. Jika hukum manusia tak kalian takuti, tak takutkah kalian dengan hukuman Allah ?  Semoga Allah membuka mata hati kalian agar tak sibuk memperkaya diri dengan cara yang memerihkan mata kami, dan membuka mata hati para penguasa negeri ini agar kabut asap ini tak terulang. Agar langit kami senantiasa biru tak berganti abu-abu.


Meski begitu pekat dan tebalnya kabut asap yang Allah kirimkan namun  kami yakin bahwa ujian ini bisa kami lewati. Bukankah Allah tak kan memberi cobaan diluar batas kemampuan umatNya ? Allah memberi kami ujian karena kami sanggup menghadapinya. Setidaknya hari ini kami kembali dapat menikmati udara yang segar, mendengar rinai hujan dan memandang indahnya langit biru. Janji Allah itu pasti. Dibalik setiap kesulitan akan selalu ada kemudahan. Wallahu ta’ala a’lam.


                        
                                 Jambi,    Desember 2015

Tidak ada komentar:

Posting Komentar