Setiap mendengar kata kabut asap yang terbayang olehku adalah
partikel debu yang berterbangan, sesak nafas, mata perih, masker, ISPA dan
libur sekolah. Hampir setiap tahun kotaku dilanda kabut asap, setidaknya selama
beberapa tahun terakhir ini. Kotaku memang punya tambahan satu musim setiap
tahunnya, musim asap, begitu kami menyebutnya. Dan tahun 2015 ini adalah yang
terparah dan terlama dari yang pernah terjadi sebelumnya. Hampir tiga bulan
kami harus menikmati udara yang sangat jauh dari kata sehat, bahkan berbahaya.
Dari hari ke hari titik api bukannya berkurang tetapi malah semakin banyak.
Tidak hanya diluar rumah kami harus menggunakan masker bahkan saat tidurpun
kami harus menggunakannya karena asap sudah seperti saudara sendiri yang dengan
bebas masuk ke dalam rumah kami. Debu menempel dimana-mana, lemari, kursi, meja
dan perabotan-perabotan yang lain tak ada yang bebas dari sasaran menempelnya
partikel debu sisa asap pembakaran. Kasar dan abu-abu bahkan kadang berwarna
hitam. Jangan tanya bagaimana pakaian di jemuran, apalagi jika pakaian itu
berwarna gelap, terlihat sangat jelas debunya. Ya, tiga bulan langit di kota
kami tidak lagi biru tapi abu-abu, bahkan pernah menguning padahal belum masuk
waktu senja. Keadaan ini diperparah dengan hujan yang tak kunjung turun.
Kerinduan akan rinai hujan agar segera dapat memadamkan titik api membuncah
dalam dada.
Kabut asap
memang menyisakan cerita penuh hikmah untuk kami. Kami berduka namun juga
bersyukur. Kalimat Innalillahi wa innailaihi roji’un dan Alhamdulillah seolah
senantiasa berdampingan menghiasi setiap hari-hari kami. Kami yakin sepenuhnya
bahwa kabut asap ini berasal dari Allah, para pembakar lahan hanyalah perantara
dari takdir yang Allah tetapkan untuk kami. Fashbir lihukmi robbika. Kalimat
yang menguatkan agar kami senantiasa bersabar atas takdir yang diberikanNya.
Apapun itu bentuknya kami yakin inilah yang terbaik. Kami bersyukur karena
hanya kabut asap yang Allah kirimkan untuk menguji kami. Kami bersyukur karena
kota kami tidak mempunyai laut yang dapat mengirim tsunami, atau gunung api
yang dapat meletus mengirimkan lahar panas. Banyak yang mengatakan bahwa
bencana kabut asap tidak sama dengan bencana alam lain yang langsung terlihat
dampaknya. Kabut asap memang tidak menghancurkan bangunan, tidak ada pohon yang
tumbang dan tidak ada yang terluka. Dampaknya baru akan terlihat dalam jangka
panjang karena partikel debu yang terhirup dapat merusak paru-paru dan ini baru
akan terlihat beberapa waktu kedepan. Hal
ini tentu mengkhawatirkan, tapi tidak membuat kami cemas berlebihan, karena
bukankah hari esok itu sepenuhnya Allah yang menentukan ?
Kabut asap tak selamanya menimbulkan
sendu. Setidaknya lewat senyum para penjual masker saat dagangannya laris
terjual. Bahagia mereka saat melihat ada
peluang usaha untuk mengais rejeki
adalah hikmah yang Allah berikan dibalik
bencana ini. Sedih dan bahagia seolah berbaur dalam ujian yang diberikan untuk
kami. Belum lagi saat mendapat kabar bahwa sekolah diliburkan diluar tanggal
merah di kalender. Liburnya pun sampai waktu yang tidak ditentukan. Sampai
langit tak lagi abu-abu. Anak sekolah mana yang tak suka libur. Semua pasti
senang dong. Tapi apakah kami sepenuhnya senang dengan kondisi ini ? Entahlah…
yang pasti banyak pelajaran tertinggal, apalagi untuk kami siswa kelas IX yang
sebentar lagi akan menghadapi UN. Setumpuk tugas menemani hari-hari libur penuh
debu. Kami menikmati semua ini dengan rasa syukur. Setidaknya kami dapat
berkumpul bersama keluarga karena asap membuat enggan untuk keluar rumah.
Lantunan dzikir penuh harap agar
turun hujan mengumandang dalam lirih do’a sholat Istisqo kami. Kami sadar
musibah ini merupakan peringatan karena lalai kami untuk beristighfar atas
setiap salah dan khilaf yang kami lakukan. Allah Maha Pengampun. Allah Maha
Mengabulkan do’a setiap hambaNya. Saat para pejuang pemadam api telah letih
berupaya, hanya pada Allah kami berserah. Kabut asap ini datang atas
kehendakNya dan berlalu pun atas izinNya. Jangankan kabut asap yang mendera
sebagian Sumatera dan Kalimantan bahkan tak sehelai daunpun jatuh kecuali atas
izin Allah, Robb Penguasa alam semesta ini. Adalah mudah bagiNya untuk
mendatangkan bencana, begitupula untuk menghilangkannya. Kabut asap semakin menyadarkan kami untuk
merenungi betapa berkuasanya Allah Sang Pencipta, yang menggenggam segala
takdir.
Untukmu para pembakar lahan, sadarlah
bahwa keserakahan hanya akan membinasakan kalian semua. Ada banyak makhluk yang
terdzholimi karena ulah kalian. Manusia, hewan dan tumbuhan yang tak berdosa
menjadi sasaran ketamakan kalian. Jika hukum manusia tak kalian takuti, tak
takutkah kalian dengan hukuman Allah ? Semoga
Allah membuka mata hati kalian agar tak sibuk memperkaya diri dengan cara yang
memerihkan mata kami, dan membuka mata hati para penguasa negeri ini agar kabut
asap ini tak terulang. Agar langit kami senantiasa biru tak berganti abu-abu.
Meski begitu pekat dan tebalnya kabut
asap yang Allah kirimkan namun kami
yakin bahwa ujian ini bisa kami lewati. Bukankah Allah tak kan memberi cobaan
diluar batas kemampuan umatNya ? Allah memberi kami ujian karena kami sanggup
menghadapinya. Setidaknya hari ini kami kembali dapat menikmati udara yang
segar, mendengar rinai hujan dan memandang indahnya langit biru. Janji Allah itu
pasti. Dibalik setiap kesulitan akan selalu ada kemudahan. Wallahu ta’ala
a’lam.
Jambi, Desember 2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar